Monday 30 September 2013

ASKEP DYSPEPSIA



DYSPEPSIA

a. PENDAHULUAN
            Dyspepsia merupakan kumpulan gejala/sindrom yang terdiri dari nyeri ulu hati, mual, kembung, muntah, rasa penuh, atau cepat kenyang, sendawa. Dyspepsia merupakan masalah yang sering ditemukan dalam praktek sehari-hari. Keluhan ini sangat bervariasi, baik dalam jenis gejala yang ada maupun intensitas gejala tersebut dari waktu ke waktu. Bahkan pada satu kasus saja, keluhan ini dapat berganti-ganti dominasinya.

b. DEFINISI
            Secara sederhana, dyspepsia fungsional dapat dijelaskan sebagai keluhan dyspepsia yang telah berlangsung dalam beberapa minggu (dalam beberapa kepustakaan 2 minggu) tanpa didapatkan kelainan/gangguan struktur/organic berdasarkan pemeriksaan klinis laboratorium, radiologi, dan endoskopi. Dalam criteria Roma II th 2000 diberi tambahan batasan yang lebih jelas yaitu bahwa keluhan dyspepsia tersebut berlangsung minimal 12 minggu, tidak perlu berurutan, dalam kurun waktu 12 bulan, serta bukan dyspepsia yang terjadi pada irritable bowel syndrom (sindrom colon iritatif).

c. ETIOLOGI
            Dyspepsia dapat disebabkan oleh berbagai penyakit, baik yang bersifat organic maupun fungsional.
Dalam lumen saluran cerna:
š Tukak peptic
š Gastritis
š Keganasan
Gastroparesis.
Obat-obatan:
Ï AINS
Ï Teofilin
Ï Digitalis
Ï Antibitik
Pankreas:
<  Pankreatitis
<  Keganasan.
Gangguan fungsional:
& Dispepsia fungsional
& Sindrom kolon iritatif.
Hepatobilier:
  Hepatitis
  Kolesistitis
  Kolelitiasis
  Keganasan
  Disfungsi spincter odii
Keadaan sistemik:
{ DM
{ Penyakit tiroid
{ Gagal ginjal
{ Kehamilan
{ Penyakit jantung iskemik
Keterangan: Penyebab Dispepsia
d. PATOFISIOLOGI
            Dengan criteria tidak adanya kelainan organic pada saluran cerna bagian atas (SCBA), maka teori patogenesisnya sangat bervariasi. Berbagai usaha telah dicoba untuk menerangkan korelasi yang ada antara keluhan dengan sedikitnya temuan kelainan yang ada secara konvensional.

Diet dan Lingkungan

            Berbagai jenis makanan dilaporkan oleh pasien sebagai hal yang mencetuskan serangan, antara lain: buah-buahan, asinan, kopi, alcohol, makanan berlemak, dll. Tetapi pada penelitian sulit dibuktikan bahwa factor itu berlaku untuk setiap orang.

Sekresi Cairan Asam Lambung

            Sekresi asam lambung basal maupun puncak pada pasien dyspepsia fungsional tidak berbeda bermakna dengan populasi normal. Diduga adanya peningkatan sensitivitas mukosa lambung terhadap asam yang menimbulkan rasa tidak enak di perut.
Fungsi Motorik Lambung (Motilitas)
            Gangguan fungsi motorik lambung banyak dilaporkan sebagai dasar terjadinya dyspepsia ini. Terdapat perlambatan pengosongan lambung untuk makanan padat dan gangguan koordinasi antroduodenal dan hipomotilitas pasca pandrial pada 25-50% kasus dyspepsia fungsional. Penyebab adanya gangguan motilitas belum diketahui jelas, mungkin hormonal, stress, atau lainnya.

Persepsi Visceral Lambung

            Dilaporkan pasien dyspepsia fungsional mempunyai persepsi visceral yang abnormal atau meningkat.

Psikologi

            Peran latar belakang factor psikologis banyak dibicarakan sebagai dasar patogenesis dyspepsia fungsional. Tetapi tidak ada bukti yang kuat untuk menyatakan sebagai hubungan sebab akibat. Pada umumnya pasien melaporkan bahwa hubungan episode keluhannya dengan stress akut atau kronik. Serta didapatkan data bahwa pada kelompok dyspepsia fungsional mengalami stress psikologi yang lebih berat dibandingkan dengan kelompok orang sehat.
Infeksi Helicobacter Pylori
            Ada juga pada kasus dyspepsia berhubungan dengan infeksi Helicobacter pylori, namun masih bisa diperdebatkan.

E. GAMBARAN KLINIS
            Dispepsia dapat dikelompokkan menjadi:
1.          Dispepsia tipe ulkus (ulcer like dyspepsia) : bila nyeri ulu hati yang menonjol dan disertai nyeri malam hari.
2.          Dispepsia tipe dismotilitas (dismotility like dyspepsia) : bila keluhan kembung, mual, dan cepat kenyang merupakan keluhan yang serig dirasakan.
3.          Dispepsia non spesifik : bila tidak jelas gejalanya.
Berdasarkan criteria Roma II tahun 2000, dyspepsia tipe refluks (refkux like dyspepsia) tidak dipakai lagi. Perlu ditakankan bahwa pengelompokan tersebut hanya untuk mempermudah diperoleh gambaran klinis pasien yang kita hadapi serta pemilihan alternatif pengobatan awalnya.

F. DIAGNOSIS
            Untuk menegakkan diagnosa dyspepsia fungsional diperlukan data anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang yang akurat untuk mengekslusikan penyakit organic/struktural. Adanya keluhan tambahan yang mengancam seperti: penurunan berat badan, anemia, kesulitan menelan, perdarahan, dugaan obstruksi SCBA, dll mengharuskan kita melakukan eksplorasi diagnostik secepatnya.Untuk ini pemeriksaan esofagogastroduodenoskopi memegang peranan penting disamping pemeriksaan radiologis.
Laboratorium : lebih banyak ditekankan untuk menyingkirkan penyebab organic lainnya seperti antara lain pankreatitis kronik, DM, dll. Pada dyspepsia fungsional biasanya hasil laboratorium dalam batas normal.
Endoskopi : pada dyspepsia, gambaran endoskopinya normal/sangat tidak spesifik.
Sidikan abdomen.
Manometri Esofago-gastro-duodenum: dapat ditemukan kelainan manometrik berupa gangguan fase III migrating motor complex. Banyak ahli yang berpendapat bahwa dyspepsia fungsional merupakan gangguan pengosongan lambung.
Waktu pengosongan Lambung : dapat dilakukan dengan scintigrafi atau dengan pellet radioopak. Pada dyspepsia fungsional terdapat perlambatan pengosongan lambung pada 30 – 40 % kasus.
G. DIAGNOSIS BANDING:
1.          Penyakit Refluks Gastro Esofageal (PRGE)
Tidak memperlihatkan kelainan mukosa yang jelas. Bila diduga adanya PRGE, maka pemeriksaan Ph esophagus dalam bentuk pemantauan 24 jam dapat membedakannya dengan dyspepsia fungsional.
2.          Iritable Bowel Syndrome (IBS)
Keluhan pasien harus dideskripsikan lebih spesifik. Pada IBS keluhan perut lebih bersifat difus dan terdapat gangguan pola defekasi.

H. PENGOBATAN
Modifikasi Pola Hidup:
            Pasien perlu diberi penjelasan untuk dapat mengenali dan menghindari keadaan yang potensial mencetuskan serangan dyspepsia. Belum ada kesepaatan bagaimana pola diit pasien dyspepsia fungsional. Penekanan lebih ditujukan untuk menghindari jenis makanan yang dirasakan sebagai pencetus. Pola diit porsi kecil tapi sering, makanan rendah lemah, hindari/kurangi makanan minuman yang spesifik (kopi, alcohol, pedas, dll) akan banyak mengurangi gejala terutama setelah makan (post pandrial).
Obat-obatan:
            Sampai saat ini belum ada regimen pengobatan yang memuaskan terutama dalam mengantisipasi kekambuhan. Hal ini dapat dimengerti karena patofisiologinya juga belum jelas. Dilaporkan bahwa sampai 70% kasus ini responsive terhadap plasebo.
a.      Antasida : dapat mengurangi/menghilangkan keluhan. Tetapi secara studi klinis tidak berbeda dengan efek plasebo.
b.     Agen anti sekresi : Obat antagonis reseptor H2 telah sering dipakai.
c.      Prokinetik : Penggunaan prokinetil seperti metoklopramid, domperidon, & terutama cisapride diperoleh hasil yang lebih baik dibandingkan plasebo.
d.     Eradikasi Helicobacter Pylori : ini masih controversial, kecuali bila pada kasus Hp positif yang gagal denganterapi konvensional dapat disarankan untuk eradikasi Hp.

I.    PROGNOSIS
Dispepsia fungsional yang ditegakkan setelah pemeriksaan klinis dan penunjang yang akurat mempunyai prognosis yang baik. 

No comments:

Post a Comment