Friday 28 June 2013

ASKEP NAPZA




LAPORAN PENDAHULUAN
I.       KASUS (MASALAH UTAMA)

Gangguan penggunaan napza


II.    PROSES TERJADINYA MASALAH

Gangguan penggunaan zat adiktif adalah suatu penyimpangan perilaku yang disebabkan oleh penggunaan zat adiktif yang bekerja pada susunan saraf pusat yang mempengaruhi tingkah laku, memori alam perasaan, proses pikir anak dan remaja sehingga mengganggu fungsi social dan pendidikannya. Gangguan penggunaan zat ini terdiri dari : penyalahgunaan dan ketergantungan zat.
Penyalahgunaan zat adiktif adalah suatu pola penggunaan yang bersifat patologis, yang menyebabkan remaja mengalami sakit yang cukup berat dan berbagai macam kesulitan, tetapi tidak mampu menghentikannya. Ketergantungan zat adiktif adalah suatu kondisi cukup berat ditandai dengan adanya ketergantungn fisik yaitu toleransi dan sindroma putus zat.
  1. Rentang respon gangguan penggunaan zat adiktif
Rentang respon ini berfluktuasi dari kondisi yang ringan sampai dengan yang berat. Indikator dari rentang respon berdasarkan perilaku yang ditampakkanoleh remaja dengangangguan penggunaan zat adiktif.

Gambar 1: Rentang respon penggunaan zat adiktif
1.      Penggunaan zat adiktif secara eksperimental ialah:
Kondisi penggunaan pada taraf awal, disebabkan rasa ingin tahu, ingin memiliki pengalaman yang baru, atau sering dikatakan taraf coba- coba.
2.      Penggunaan zat adiktif secara rekreasional ialah:
Menguunakan zat od saat berkumpul bersama-sama dengan teman sebaya, yang bertujuan untuk rekreasi bersama teman sebaya.
3.      Penggunaan zat adiktif secara situasional ialah:
Orang yang menggunakan zat mempunyai tujuan tertentu secara individual, sudah merupakan kebutuhan bagi dirinya sendiri, seringkali penggunaan zat ini merupakan cara untuk melarikan diri atau mengatasi masalah yang dihadapinya. Biasanya digunakan pada saat sedang konflik, stress, frustasi.
4.      Penyalahgunaan zat adiktif  ialah:
Penggunaan zat yang sudah bersifat patologis, sudah mulai digunakan secara rutin, paling tidak sudah berlangsung selama 1 bulan, dan terjadi penyimpangan perilaku dan mengganggu fungsi dalam peran di lingkungan social dan pendidikan.
5.      Ketergantungan zat adiktif ialah:
Penggunaan zat yang cukup berat, telah terjadi ketergantungan fisik dan psikologis. Ketergantungan fisik ditandai oleh adanya toleransi dan sindroma putus zat. Yang dimaksud sindroma putus zat adalah suatu kondisi dimana orang yang biasa menggunakan secara rutin, pada dosis tertentu berhenti menggunakan atau menurunkan jumlah zat yang biasa digunakan, sehingga menimbulkan gejala pemutusan zat.

  1. Faktor pendukung
    1. Faktor biologis
a.       Genetic: tendensi keluarga
b.      Infeksi pada organ otak
c.       Penyakit kronis
    1. Faktor psikologis
a.       Gangguan kepribadian: anti sosial (resiko relatif 19,9%)
b.      Harga diri rendah: depresi (resiko relatif: 18,8%), faktor social, ekonomi.
c.       Disfungsi keluarga
d.      Orang/ remaja yang memiliki perasaan tidak aman
e.       Orang/ remaja yang memiliki ketrampilan pemecahan masalah yang menyimpang
f.       Orang/ remaja yang mengalami gangguan idetitas diri, kecenderungan homoseksual, krisis identitas, menggunakan zat untuk menyatakan kejantanannya.
g.      Rasa bermusuhan dengan orang tua
    1. Faktor social cultural
a.       Masyarakat yang ambivalensi tentang penggunaan dan penyalahgunaan zatadiktif: ganja, alkohol
b.      Norma kebudayaan
c.       Adiktif untuk upacara adat
d.      Lingkungan tempat tinggal, lingkungan sekolah yang terdapat banyak pengedar (mudah didapat: resiko relatif 80 %)
e.       Persepsi masyarakat terhadap pengunaan zat
f.       Remaja yang lari dari rumah
g.      Remaja dengan perilaku penyimpangan seksual dini
h.      Orang/ remaja yang terkait dengan tindakan kriminal
  1. Stressor presipitasi
    1. Pernyataan untuk mandiri dan dan membutuhkan teman sebaya sebagai pengakuan ( resiko relatif untuk terlibat NAZA: 81,3%)
    2. Sebagai prinsip kesenangan, menghindari sakit/stress
    3. Kehilangan seseorang atau sesuatu yang berarti
    4. Diasingkan oleh lingkungan: rumah, teman-teman
    5. Kompleksitas dari kehidupan modern
  2. Faktor kontribusi ( resiko relatif 7,9% terlibat penyalah gunaan NAZA)
Seseorang yang berada dalam disfungsi keluarga akan tertekan, dan ketertekanan itu dapat merupakan faktor penyerta bagi dirinya terlibat dalam penyalahgunaan / ketergantungan NAZA, kondisi keluarga yang tidak baik itu adalah :
    1. Keluarga yang tidak utuh : orang tua meninggal, orang tua cerai, dll
    2. Kesibukan orang tua
    3. Hubungan interpersonal dalam keluarga tidak baik
  1. Tingkah laku
    1. Tingkah laku klien pengguna zat sedatif hipnotik
a.       Menurunnya sifat menahan diri
b.      Jalan tidak stabil, koordinasi motorik kurang
c.       Bicara cadel, bertele-tele
d.      Sering datang ke dokter untuk minta resep
e.       Kurang perhatian
f.       Sangat gembira, berdiam, (depresi), dan kadang bersikap bermusuhan
g.      Gangguan dalam daya pertimbangan
h.      Dalam keadaan yang over dosis, kesadaran menurun, koma dan dapat menimbulkan kematian.
i.        Meningkatkan rasa percaya diri
    1. Tingkah laku klien pengguna ganja
a.       Kontrol didi menurun bahkan hilang
b.      Menurunnya motivasi perubahan diri
c.       Ephoria ringan
    1. Tingkah laku klien pengguna alcohol
a.       Sikap bermusuhan
b.      Kadang bersikap murung, berdiam
c.       Kontrol diri menurun
d.      Suara keras, bicara cadel,dan kacau
e.       Agresi
f.       Minum alcohol pagi hari atau tidak kenal waktu
g.      Partisipasi di lingkungan social kurang
h.      Daya pertimbangan menurun
i.        Koordinasi motorik terganggu, akibat cenerung mendapat kecelakaan
j.        Dalam keadaan over dosis, kesadaran menurun bahkan sampai koma.
    1. Tingkah laku klien pengguna opioda
a.       Terkantuk-kantuk
b.      Bicara cadel
c.       Koordinasi motorik terganggu
d.      Acuh terhadap lingkungan, kurang perhatian
e.       Perilaku manipulatif, untuk mendapatkan zat adiktif
f.       Kontrol diri kurang
    1. Tingkah laku klien pengguna kokain
a.       Hiperaktif
b.      Euphoria, agitasi, dan sampai agitasi
c.       Iritabilitas
d.      Halusinasi dan waham
e.       Kewaspadaan yang berlebihan
f.       Sangat tegang
g.      Gelisah, insomnia
h.      Tampak membesar –besarkan sesuatu
i.        Dalam keadaan over dosis: kejang, delirium, dan paranoid
    1. Tingkah laku klien pengguna halusinogen
a.       tingkah laku tidak dapat diramalkan
b.      Tingkah laku merusak diri sendiri
c.       Halusinasi, ilusi
d.      Distorsi (gangguan dalam penilaian, waktu dan jarak)
e.       Sikap merasa diri benar
f.       Kewaspadaan meningkat
g.      Depersonalisasi
h.      Pengalaman yang gaib/ ajaib
  1. Mekanisme koping
Mekanisme pertahanan diri yang biasa digunakan:
    1. denial dari masalah
    2. proyeksi merupakan tingkah laku untuk melepaskan diri dari tanggung jawab
    3. Disosiasi merupakan proses dari penggunaan zat adiktif
  1. Data khusus
    1. jumlah dan kemurnian zat yang digunakan
    2. Sering menggunakan
    3. Metode penggunaan (dirokok, intravena, Oral)
    4. Dosis terakhir digunakan
    5. Cara memperoleh zat (dokter, mencuri, dll)
    6. Dampak bila tidak menggunakan
    7. Jika over dosis, berapa beratnya
    8. Stressor dalam hidupnya
    9. Sistem dukungan (keluarga, social, finansial)
    10. tingkat harga diri klien, persepsi klien terhadap zat adiktif
    11. Tingkah laku manipulatif

III.             POHON MASALAH: 


IV.             DIAGNOSA KEPERAWATAN

1.      Ancaman kehidupan
a.       Gangguan keseimbangan cairan: mual, muntah berhubungan dengan pemutusan zat opioda
b.      Resiko terhadap amuk berhubungan dengan intoksikasi sedatif hipnotik
c.       Resiko cidera diri berhubungan dengan intoksikasi aklkohol, sedatif, hipnotik
d.      Panik berhubungan dengan putus zat alkohol
2.      Intoksikasi
a.         Cemas berhubungan dengan intoksikasi ganja
b.      Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan  intoksikasi sedatif hipnotik, alcohol, opioda
3.      Withdrawl
a.       Perubahan proses piker: waham berhubungan dengan putus zat alcohol, sedatif, hipnotik
b.      Nyeri berhubungan dengan putus zat opioda, MDMA: extasy
c.       Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan putus zat opioda

4.      Pasca detoksikasi
a.       Gangguan pemusatan perhatian berhubungan dengan dampak penggunaan zat adiktif
b.      Gangguan konsep diri : harga diri rendah berhubungan dengan tidak mampu mengenal kualitas yang positif dari diri sendiri.
c.       Resiko melarikan diri berhubungan dengan ketergantungan tehadap zat adiktif

Dari pohon masalah, diagnosa yang mungkin timbul :
1.      Resiko tinggi menciderai diri sendiri berhubungan dengan intoksikasi
2.      Intoksikasi berhubungan dengan menarik diri
3.      Harga diri rendah berhubungan dengan gangguan konsep diri
4.      Harga diri rendah berhubungan dengan koping mal adaptif

V.                RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
1.      Kondisi overdosis
a.       Tujuan : Klien tidak mengalami ancaman kehidupan
Rencana tindakan:
-          Observasi tanda – tanda vital, kesadaran pada 15 menit pada 3 jam pertama, 30 menit pada 3 jam kedua tiap 1 jam pada 24 jam berikutnya
-          Bekerja sama dengan dokter untuk pemberian obat
-          Observasi keseimbangan cairan
-          Menjaga keselamatan diri klien
-          Menemani klien
-          Fiksasi bila perlu
2.      Kondisi intoksikasi
Tujuan: intoksikasi pada klien dapat diatasi, kecemasan berkurang/hilang
Rencana tindakan:
a.       Membentuk hubungan saling percaya
b.      Mengkaji tingkat kecemasan klien
c.       Bicaralah dengan bahasa yang sederhana, singkat mudah dimengerti
d.      Dengarkan klien berbicara
e.       Sering gunakan komunikasi terapeutik
f.       Hindari sikap yang menimbulkan rasa curiga, tepatilah janji, memberi jawaban nyata, tidak berbisik di depan klien, bersikap tegas, hangat dan bersahabat
3.      Kondisi withdrawl
a.       Observasi tanda- tanda kejang
b.      Berikan kompres hangat bila terdapat kejang pada perut
c.       Memberikan perawatan pada klien waham, halusinasi: terutama untuk menuunkan perasaa yang disebabkan masalah ini: takut, curiga, cemas, gembira berlebihan, benarkan persepsi yang salah
d.      Bekerja sama dengan dokter dalam memberikan obat anti nyeri

4.      Kondisi detoksikasi
a.       Melatih konsentrasi: mengadakan kelompok diskusi pagi
b.      Memberikan konselin untuk merubah moral dan spiritual klien selama ini yang menyimpang, ditujukan agar klien menjadi manusia yang bertanggung jawab, sehat mental, rasa bersyukur, dan optimis
c.       Mempersiapkan klien untuk kembali ke masyarakat, dengan bekerja sama dengan pekerja social, psikolog.








Daftar pustaka:
1.      Cokingting, P.S., Darst,E, dan Dancy, B, 1992, Mental Health and Psichiatric Nursing, Philadelpia, J.B.,Lippincott Company, Chapter 8
2.      Shults. Y.M. 1968,Manual of Psichiatric Nursing Care Plans, Boston, Little.Brown and Company, Chapter 20,21,22.
3.      Stuart, G.W.,dan Sundeen, S.J., 1991, Pocket Guide to Psichyatric Nursing, (2nd,ed), St. Louis Mosby Year Book, Chapter 17.
4.      Stuart, Gail W.,1998, Buku Saku Keperawatan Jiwa, Alih bahasa Yani, Achir, Edisi 3, Jakarta, EGC
5.      Hawari, Dadang.,2003, Penyelahgunaan dan ketergantungan NAZA,FKUI, Jakarta, gaya baru

ASKEP MENARIK DIRI



LAPORAN PENDAHULUAN
MENARIK DIRI

A.    Kasus (Masalah Utama)
Gangguan Interaksi sosial: Menarik diri

B.     Pengertian.
Perilaku menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain ( Rawlins,1993 ).

C.    Proses Terjadinya Masalah
1.      Penyebab :
a.      Perkembangan : Sentuhan, perhatian, kehangatan dari keluarga yang mengakibatkan individu menyendiri, kemampuan berhubungan dengan orang lain tidak adekuat yang berakhir dengan menarik diri.
b.      Komunikasi dalam keluarga : Klien sering mengalami kecemasan dalam berhubungan dengan anggota keluarga, sering menjadi kambing hitam, sikap keluarga tidak konsisten (kadang boleh, kadang tidak). Situasi ini membuat klien enggan berkomunikasi dengan orang lain.
c.       Sosial Budaya : Di kota besar, masing – masing individu sibuk memperjaungkan hidup sehingga tidak waktu bersosialisasi. Situasi ini mendukung perilaku menarik diri.

Pada mulanya klien merasa dirinya tidak berharga lagi sehingga merasa tidak aman dalam berhubungan dengan orang lain. Biasanya klien berasal dari lingkungan yang penuh permasalahan, ketegangan, kecemasan dimana tidak mungkin mengembangkan kehangatan emosional dalam hubungan yang positif dengan orang lain yang menimbulkan rasa aman.
Dunia merupakan alam yang tidak menyenangkan, sebagai usaha untuk melindungi diri, klien menjadi pasif dan kepribadiannya semakin kaku (rigid). Klien semakin tidak dapat melibatkan diri dalam situasi yang baru. Ia berusaha mendapatkan rasa aman tetapi hidup itu sendiri begitu menyakitkan dan menyulitkan sehingga rasa aman itu tidak tercapai. Hal ini menyebabkan ia mengembangkan rasionalisasi dan mengaburkan realitas daripada mencari penyebab kesulitan serta menyesuaikan diri dengan kenyataan.
Konflik antara kesuksesan dan perjuangan untuk meraih kesuksesan itu sendiri terus berjalan dan penarikan diri dari realitas diikuti penarikan diri dari keterlibatan secara emosional dengan lingkungannya yang menimbulkan kesulitan. Semakin klien menjauhi kenyataan semakin kesulitan yang timbul dalam mengembangkan hubungan dengan orang lain. Menarik diri juga disebabkan oleh perceraian, putus hubungan, peran keluarga yang tidak jelas, orang tua pecandu alkohol dan penganiayaan anak. Resiko menarik diri adalah terjadinya resiko perubahan sensori persepsi (halusinasi).

2.      Tanda – tanda menarik diri dilihat dari beberapa aspek :
a.      Aspek fisik :
Ø  Makan dan minum kurang
Ø  Tidur kurang atau terganggu
Ø  Penampilan diri kurang
Ø  Keberanian kurang
b.      Aspek emosi :
Ø  Bicara tidak jelas, merengek, menangis seperti anak kecil
Ø  Merasa malu, bersalah
Ø  Mudah panik dan tiba-tiba marah
c.       Aspek sosial
Ø  Duduk menyendiri
Ø  Selalu tunduk
Ø  Tampak melamun
Ø  Tidak peduli lingkungan
Ø  Menghindar dari orang lain
Ø  Tergantung dari orang lain
d.     Aspek intelektual
Ø  Putus asa
Ø  Merasa sendiri, tidak ada sokongan
Ø  Kurang percaya diri


D.    Pohon masalah

E.     Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji
1.      Masalah Keperawatan.
a.      Resiko perubahanm persepsi sensori: halusinasi……..
b.      Isolasi sosial : menarik diri
c.       Gangguan konseps diri: harga diri rendah
2.      Data yang perlu di kaji.
a.      Resiko perubahanm persepsi sensori: halusinasi……..
1)          Data Subjektif
a)      Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan dengan stimulus nyata
b)     Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang nyata
c)      Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus
d)     Klien merasa makan sesuatu
e)      Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya
f)       Klien takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat dan didengar
g)     Klien ingin memukul/melempar barang-barang
2)      Data Objektif
a)      Klien berbicar dan tertawa sendiri
b)     Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu
c)      Klien berhenti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu
d)     Disorientasi

b.      Isolasi sosial : menarik diri
1)      Data obyektif:          
Apatis, ekpresi sedih, afek tumpul, menyendiri, berdiam diri dikamar, banyak diam, kontak mata kurang (menunduk), menolak berhubungan dengan orang lain, perawatan diri kurang, posisi menekur.

2)      Data subyektif:        
Sukar didapat jika klien menolak komunikasi, kadang hanya dijawab dengan singkat, ya atau tidak.

c.       Gangguan konseps diri: harga diri rendah
1)      Data obyektif:          
Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan, ingin mencederai diri.
2)      Data subyektif:        
Klien mengatakan : saya tidak bisa, tidak mampu, bodoh / tidak tahu apa – apa, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri.

F.      Diagnosa Keperawatan
1.      Resiko perubahan persepsi sensori: halusinasi …. berhubungan dengan menarik diri.
2.      Isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.

G.    RENCANA TINDAKAN.
Diagnosa Keperawatan 1: Resiko perubahan persepsi sensori: halusinasi……. Berhubungan dengan menarik diri
1.      Tujuan umum:
Tidak terjadi perubahan persepsi sensori: halusinasi ….
2.      Tujuan khusus:
a.      Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan:
ٱ           Bina hubungan saling percaya: salam terapeutik, memperkenalkan diri, jelaskan tuiuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kesepakatan / janji dengan jelas tentang topik, tempat, waktu.
ٱ           Beri perhatian dan penghargaan: temani kilen walau tidak menjawab
ٱ           Dengarkan dengan empati : beri kesempatan bicara, jangan terburu‑buru, tunjukkan bahwa perawat mengikuti pembicaraan klien.




b.      Klien dapat menyebut penyebab menarik diri
Tindakan:
ٱ           Bicarakan penyebab tidak mau bergaul dengan orang lain.
ٱ           Diskusikan akibat yang dirasakan dari menarik diri.

c.       Klien dapat menyebutkan keuntungan hubungan dengan orang lain
Tindakan:
ٱ           Diskusikan keuntungan bergaul dengan orang lain.
ٱ           Bantu mengidentifikasikan kernampuan yang dimiliki untuk bergaul.

d.     Klien dapat melakukan hubungan sosial secara bertahap: klien‑perawat, klien‑perawat‑klien lain, perawat-klien‑kelompok, klien‑keluarga.
Tindakan:
ٱ           Lakukan interaksi sering dan singkat dengan klien jika mungkin perawat yang sama.
ٱ           Motivasi temani klien untuk berkenalan dengan orang lain
ٱ           Tingkatkan interaksi secara bertahap
ٱ           Libatkan dalam terapi aktivitas kelompok sosialisasi
ٱ           Bantu melaksanakan aktivitas setiap hari dengan interaksi
ٱ           Fasilitasi hubungan kilen dengan keluarga secara terapeutik

e.      Klien dapat mengungkapkan perasaan setelah berhubungan dengan orang lain.
 Tindakan:
ٱ           Diskusi dengan klien setiap selesai interaksi / kegiatan
ٱ           Beri pujian atas keberhasilan klien

f.        Klien mendapat dukungan keluarga
Tindakan:
ٱ           Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien melalui pertemuan keluarga
ٱ           Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.


Diagnosa 2: Isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah

1.      Tujuan umum :
Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal
2.      Tujuan khusus :
a.      Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
1)      Bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan prinsip komunikasi terpeutik
2)      Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
Tindakan :
ٱ           Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimilikiklien.
ٱ           Setiap bertemu klien hindarkan dari penilaian negatif.
ٱ            Utamakan memberi pujian yang realistik.

b.      Klien dapat menilai kemampun yang dimiliki
Tindakan :
ٱ           Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan selama sakit
ٱ           Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkn penggunaannya.

c.       Klien dapat (menetapkan) merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampun yang dimiliki
Tindakan :
ٱ           Rencanakan bersama klien aktifitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan
ٱ           Tingkatkan kegiatan sesuai toleransi kondisi klien
ٱ           Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan

d.     Klien dapat melakukan kegiatan sesuai dengan kondisi sakit dan kemampuannya
Tindakan :
ٱ           Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan
ٱ           Beri pujian atas keberhasilan klien
ٱ           Diskusikan kemungkinan pelaksanan di rumah

e.      Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Tindakan :
ٱ           Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat  klien dengan harga diri rendah
ٱ           Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat
ٱ           Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.






























 DAFTAR PUSTAKA

Azis R, dkk. Pedoman asuhan keperawatan jiwa. Semarang : RSJD Dr. Amino Gondoutomo. 2003

Boyd MA, Hihart MA. Psychiatric nursing : contemporary practice. Philadelphia : Lipincott-Raven Publisher. 1998

Keliat BA. Proses kesehatan jiwa. Edisi 1. Jakarta : EGC. 1999

Stuart GW, Sundeen SJ. Buku saku keperawatan jiwa. Edisi 3. Jakarta : EGC. 1998

Stuart, G.W and Sundeen. Principle and practice of psychiatric nursing. 5thed.
St Louis Mosby Year Book.1995

Stuart. G.W and Laraia. Principle and practice of psychiatric nursing.7thed. St Louis Mosby Year Book. 2001

Townsed, Mary C. Buku Saku Diagnosa Keperawatan pada Keperawatan Psikiatri:pedoman untuk pembuatan rencana keperawatan. Edisi ketiga. Alih Bahasa: Novi Helera C.D. Jakarta. EGC. Jakarta1998.

Tim Direktorat Keswa. Standar asuhan keperawatan kesehatan jiwa. Edisi 1. Bandung : RSJP Bandung. 2000